Thursday, August 22, 2013

Sistem amplifier Pushpull, OTL, OCL BTL.



Untuk memahami jenis2 amplifier sebaiknya dilihat dulu historisnya.
Jaman dulu saat masih belum ada solid state (transistor) amplifier menggunakan tabung katoda. Amplifier dengan tabung umumnya disusun pushpull. Karena tegangan yang digunakan cukup tinggi berkisar 300 Volt maka impedansi keluaran amplifier tabung sangat tinggi. Untuk itu diperlukan penyesuai impedansi dari ratusan ohm menjadi 8 ohm. Penyesuai impedansi menggunakan trafo output. Trafo juga berfungsi sebagai isolasi tegangan, maksudnya tidak nyetrum.
Setelah diketemukan transistor amplifier menggunakan trafo masih ada. Radio2 transistor jadul menggunakan trafo seperti pada amplifier tabung. Antara pre amp dengan penguat akhir disisipkan trafo input. Yang terkenal saat itu trafo dengan tipe IT191, untuk output menggunakan trafo tipe OT240. Ada juga yang lebih besar, tipenya OT191.
Akhir 60an sampai decade 70an berkembang amplifier OTL atau output transformer less. Amplifier ini sama sekali tidak menggunakan trafo pada input dan outputnya. Sebagai gantinya menggunakan kapasitor. Transistor yang terkenal saat itu atau paling banyak digunakan untuk powernya adalah tipe 2SB337. Perkembangan ini untuk merespon bahwa amplifier dengan trafo pada frekuensi rendah atau bass responnya kurang bagus.
Akhir decade 70an mulai dikembangkan apa yang namanya OCL atau output capacitor less. Saat itu kalangan audiophile merasakan bahwa respon nada rendah dibawah 50 Hz kurang bagus. Yang jadi terdakwa adalah kapasitor output. Maka kapasitor tersebut dihilangkan. Terbitlah yang namanya OCL. Pada saat itu OCL disebut juga DC amplifier atau direct couple amplifier, maksudnya tidak ada kopling antara rangkaian penguat dengan speaker maupun rangkaian input dengan source. Dengan menghilangkan kapasitor tersebut didapatkan respon yang lebih bagus pada frekuensi rendah, bahkan pada frekuensi dibawah 20 Hz masih bagus. Ini yang diminati oleh kalangan audiophile.
Yang membedakan antara OTL dengan OCL selain kopling kapasitor adalah sistem tegangannya. Pada OTL level tegangan pada penguat akhir hanya satu yaitu 0 dan +V saja, sedangkan pada OCL menggunakan dua level tegangan yaitu 0, -V dan +V.
Awal 80an mobil-mobil banyak yang sudah menggunakan sistem audio. Jangan dibayangkan sistem audio seperti sekarang ini. Masih sederhana yaitu tape-radio mobil, amplifier yang kadang-kadang dilengkapi dengan equalizer. Supply tegangannya menggunakan aki mobil yaitu 12 V. Dengan tegangan yang hanya 12 V maka sulit untuk mendapatkan daya yang besar. Hitung2 dengan speaker 8 ohm maksimum hanya 18 W rms, atau dengan 4 ohm tidak lebig 36 W rms. Itupun nggak mungkin tercapai. Bisa mendekati tapi output akan mengalami kliping. Untuk itu dikembangkan sistem BTL atau bridge transformer less, yaitu memberikan sinyal pada speaker dengan besaran yang sama tetapi dengan polaritas yang dibalik atau digeser 1800.
Cara ini BTL ini menghubungkan output dua buah amplifier yang identik ke masing-masing terminal speaker + dan - tetapi input salah satu amplifier diberi fasa yang terbalik. Secara teori dengan cara ini akan didapatkan daya output sampai 4 kali lipatnya. Dengan 8 ohm akan didapat daya 72 Watt rms atau 144 Watt rms pada beban 4 ohm. Tapi prakteknya tidak bisa didapat daya sebesar itu. Karena adanya rugi-rugi pada rangkaian paling besar akan didapat 2,5 kalinya.
Perkembangannya sistem BTL ini sampai sekarang masih dipergunakan untuk mendapatkan daya besar. Tercatat ada power amplifier merk Peavey yang menyediakan trafo pembalik fasa pada bagian inputnya.

Wednesday, May 01, 2013

Phase Locked Loop (PLL) - Bag 3 Sintesa Frekuensi (lanjutan)



Dalam implementasinya sebagai sintesa frekuensi F1 lebih sering disebut F-ref. Ini karena frekuensi tersebut berfungsi sebagai referensi. Ferekuensi F-ref ini tidaklah sebesar frekuensi X-tal tetapi hanya beberapa kHz. Bisa 1, 2, 5 atau 10 kHz atau lebih tinggi lagi tergantung kebutuhan. Ada juga yang dibawah 1 kHz. Besarnya F-ref ini akan menjadi step frekuensi. Pada pesawat CB step frekuensi sebesar 10 kHz, pada 2 meter band umumnya 10 kHz tetapi dapat juga diset dengan step yang lain (IC2N hanya 10 kHz).

Frekuensi F-ref sebesar 10 kHz didapatkan dengan cara membagi frekuensi X-tal. Kebanyakan X-tal yang digunakan adalah 10,240 MHz sehingga untuk mendapatkan 10 kHz diperlukan pembagi 1024. Pada beberapa pesawat PLL bekerja pada setengah frekuensi nominalnya maka ada PLL yang F-ref nya sebesar 5 kHz. Untuk ini diperlukan X-tal untuk F-ref dengan frekuensi 5,12 MHz dengan pembagi 1024 atau dengan X-tal 10,240 MHz dengan pembagi 2048.

Agar pembagi N tidak bekerja pada frekuensi yang tinggi (jaman dahulu pembagi digital frekuensi tinggi sangat mahal) maka sebelum masuk ke pembagi N frekeunsi F2 perlu diturunkan terlebih dahulu. Cara yang umum dipakai adalah dengan mencampur dengan frekuensi lain misalnya F 3 dan selisinya ( |F2-F3|) dimasukkan kedalam pembagi N.


Gambar berikut ini adalah gambar yang PLL yang umum digunakan di pesawat komunikasi.


Cara kerja kerja PLL ini sebagai berikut.
X-tal 10,240 MHz dibagi 1024 sehingga didapat frekuensi 10kHz. Frekuensi ini digunakan sebagai F-ref.
Keluaran VCO di campur didalam mixer dengan frekuensi lain yaitu F3 dan kemudian dimasukkan kedalam low pass filter (LPF) untuk mendapatkan selisih frekuensinya yaitu |F2-F3| (nilai absolut F2-F3). Hasil selisih ini misalnya F4 dimasukkan kedalam pembagi N hasilnya F4/N dan dimasukkan kedalam detektor fasa. Pada keadaan terkunci kaka F4/N akan sama dengan 10 kHz. Dengan demikian frekuensi F2 dapat diketahui.

CONTOH
Misalnya frekuensi F3 sebesar 30 MHz dan Pambagi N sebesar 100, maka :
F4 = 100 x 10 kHz = 1000 kHz = 1 Mhz.
F2 = F4 + F3 = 1 MHz + 30 MHz = 31 MHz.
Dengan demikian frekuensi keluaran VCO sebesar 31 MHz.

Ada berbagai cara dalam menerapkan PLL. Tetapi meskipun dengan cara yang berbeda-beda namun secara prinsip implementasi PLL pada pesawat komunikasi tetaplah sama.

Pada pesawat ICOM IC2N, pembagi N menggunakan IC 9122 yang bisa membagi mulai dari 8 sampai dengan 3999. Sinyal masukan IC ini maksimum 15 MHz. X-tal sebagai frekuensi referensi sebesar 5,12 MHz sehingga dengan pembagi 1024 didapat frekuensi 5 kHz. F3 70 MHz didapat dari X-tal sebesar 35 MHz yang di doubler atau pengganda frekuensi (untuk posisi transmit).

Pada posisi pembagi N = 8 maka F4 sebesar 40 kHz (8 x 5 kHz). Frekuensi ini didapat dengan mencampur F2 dengan F3 sebesar 70 MHz. Hasilnya F2 akan sebesar 70 MHz + 40 kHz. Atau sebesar 70,040 MHz. Dengan menggunakan doubler yaitu F2 x 2 didapat frekuensi 140,080 MHz, atau dial 008.
Gambar berikut adalah sistem PLL pada pesawat ICOM IC2N pada posisi pembagi N pada IC TC9122 = 008 atau nilai BCD= 0000 0000 1000 (Pada gambar dibawah Pembagi N 8)


Bersambung.



Tuesday, April 30, 2013

Phase Locked Loop (PLL) - Bag 2 Sintesa Frekuensi



Pada pesawat penerima radio heterodin ada bagian yang disebut lokal osilator. Pada pemancar radio baik untuk keperluan broadcasting maupun komunikasi juga ditemukan osilator. Bedanya untuk keperluan broadcasting menggunakan osilator yang frekuensinya tetap dan stabil. Untuk keperluan komunikasi diperlukan frekuensi yang stabil dan mudah digeser-geser. Pada pesawat-pesawat komunikasi lama dan juga para amatir radio khususnya yang bermain di frekuensi 3,5 MHz atau 80 meter band pembangkit frekuensi yang digunakan adalah Variable Frequency Oscilator (VFO). Selain untuk keperluan komunikasi VFO ini masih banyak digunakan pada pesawat penerima radio baik LF, MF, HF maupun VHF. Kelebihan VFO ini adalah mudah dibuat dan mudah untuk pindah prekuensi. Namun kelemahan utama adalah VFO cenderung tidak stabil. Suhu disekitar rangkaian resonator sangat mempengaruhi kestabilannya disamping komponen resonator itu sendiri (L dan C).

Ada satu jenis resonator yang sangat stabil dimana lingkungan disekitar resonator tidak mempengaruhi frekuensi osilasinya. Resonator itu adalah crystal piezoelectric yang lebih dikenal dengan nama kristal atau X-tal. Karena kestabilannya sangat tinggi sampai-sampai frekuensi resonansinya tidak bisa digeser. Kalaupun bisa bergesernya hanya dalam range beberapa KHz saja.

Impian amatir radio adalah bagaimana membuat pembangkit frekuensi (oscilator) yang kestabilannya seperti kristal tetapi mudah digeser-geser seperti VFO. Solusi untuk ini adalah dengan sintesa frekuensi. Dengan sintesa frekuensi akan didapatkan frekuensi yang sangat stabil seperti kristal dan bisa digeser-geser seberapa mau pergeserannya (meskipun tidak semudah VFO).


Dasar sintesa frekuensi bisa dilihat digambar blok diagram diatas. Oscilator (F1) diganti dengan Kristal (X-tal) dan antara keluaran VCO dan masukan detektor fasa disisipkan pembagi digital (N). Dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam keadaan terkunci maka kedua masukan detektor fasa akan mempunyai frekuensi yang sama. Maka (pada gambar sintesa frekuensi) F1 = F2/N. Dengan demikian besar frekuensi F2 = N x F1. Sehingga untuk mendapatkan frekuensi tertentu tinggal merobah nilai N pada pembagi.

Inilah dasar sintesa frekuensi.

Bersambung....