Tuesday, July 28, 2015

Single Side Band

Ini merupakan tulisan saya di webelektronika beberapa tahun lalu. Saya posting disini.

Single Side Band kadang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia: jalur samping tunggal atau pita samping tunggal. Terjemahannya rasanya gak enak didengar terutama oleh kalangan breaker. Kita sebut saja SSB.
SSB merupakan salah satu cara modulasi sinyal audio kedalam sinyal pembawa atau radio. Cara modulasi ini berawal dari sistem amplitudo modulasi atau AM.

Modulasi (menurut saya) adalah salah satu cara mempengaruhi salah satu besaran besaran suatu sinyal. Jaman saya masih mau menuju tua dulu, dikenal ada yang namanya modulasi frekuensi, modulasi fasa dan modulasi amplitudo. Sesuai dengan namanya modulasi frekuensi merupakan upaya mempengaruhi besaran frekuensi suatu sinyal oleh sinyal yang lain. Hasilnya frekuensi sinyal yang dimodulasi berubah (naik-turun) sesuai dengan sinyal yang memodulasi. Yang ini banyak dilakukan pada frekuensi VHF keatas baik untuk komunikasi maupun hiburan. Meskipun demikian pada frekuensi yang lebih rendah pun seperti HF ada juga.
Yang kedua adalah modulasi fasa. Modulasi fasa yang dipengaruhi adalah fasa sinyalnya. Sistem ini mirip dengan modulasi frekuensi.
Yang ketiga adalah modulasi amplitudo. Sesuai namanya, sinyal yang dimodulasi dipengaruhi amplitudonya oleh sinyal lain. Kita bahas lebih dalah jenis modulasi ini karena sangat erat kaitannya dengan SSB.

Modulasi amplitudo (AM=Amplitudo Modulation) secara teknis sering disebut dengan Double Side Band Full Carrier (DSBFC). Ini karena dilihat dari spektrum frekuensinya sinyal AM terdiri dari tiga komponen yaitu sinyal pembawa (carrier), lower side band (LSB) dan upper side band (USB). Bentuk gelombang dan spektrum AM digambarkan seperti gambar2 berikut:

Spektrum AM:
 
 Sinyal AM:


Gambar spektrum AM dijelaskan sebagai berikut:
Suatu sinyal yang berisi informasi dengan range frekuensi sampai dengan fi (digambarkan sebagai segitiga-sebelah kiri) dimodulasikan kedalam sinyal pembawa dengan frekuensi fc maka akan menghasilkan spektrum seperti gambar sebelah kanan. Dari gambar sebelah kanan terlihat bahwa sinyal AM terdiri dari 3 komponen yaitu fc-fi yang lebih dikenal sebagai lower side band (LSB), fc+fi atau upper side band (USB) dan fc (carrier) itu sendiri. Persamaan matematis sinyal AM menunjukkan hal itu, yaitu:

Vam =Vc.Sin(ωfc) + (m.Vc/2).Cos(ωc – ωi) – (m.Vc/2).Cos(ωc + ωi)

dimana:
Vam : Tegangan (sinyal) AM
ωc : 2.π.fc (frekuensi carrier dalam radian)
ωi : 2.π.fi (frekuensi sinyal pemodulasi, dalam radian)
ωc : amplitudo sinyal carrier
m : index modulasi (0 s/d 1)

Dari persamaan diatas terlihat bahwa sinyal yang mengandung informasi (modulasi) yaitu LSB dan USB besarnya masing2 setengah dari besar sinyal carrier nya sendiri.
Itu artinya sinyal yang mengandung informasi yaitu LSB dan USB besarnya masing-masing setengah dari sinyal pembawanya sendiri yang tidak memiliki informasi. Hal ini berarti sinyal AM sangat boros dalam hal penggunaan dayanya. Disamping itu ada rentang frekuensi mulai dari fc-fi sampai dengan fc+fi atau sebesar dua kali frekuensi pemodulasinya (fekuensi informasinya). Ini juga boros dalam hal penggunaan spektrum frekuensi.
Upaya yang dilakukan untuk itu adalah menekan atau membuang sinyal carriernya. Ini dikenal dengan Double Side Band Suppressed Carrier (DSBFC). Hasilnya berupa LSB dan USB yang dipancarkan bersama-sama.
Untuk membangkitkan DSBSC cukup sederhana yaitu cukup dengan menggunakan balance modulator atau ring modulator. Proses didalam balance modulator adalah mengalikan dua buah sinyal yaitu sinyal carrier dan sinyal informasi (pemodulasi). Secara matematis akan menghasilkan Vc.Cos(ωc – ωi) dan Vc.Cos(ωc + ωi). Dari persamaan ini terlihat bahwa hasilnya berupa dua buah frekuensi yaitu fc-fi atau LSB dan fc+fi atau USB.
Bentuk gelombang sinyal DSBFC seperti gambar berikut: 


Bandingkan dengan bentuk gelombang AM.
Spektrum DSB-SC seperti gambar berikut.
Pada spektrum DSB-SC terlihat adanya LSB dan USB. Kedua side band ini memiliki informasi yang sama yaitu fi. Hal ini tentu memboroskan bandwidth disamping daya. Karena kedua informasinya sama antara LSB dan USB maka timbul upaya salah satunya saja yang digunakan, LSB atau USB. Sinyal yang hanya terdiri dari LSB atau USB ini disebut dengan single side band (SSB).

Membangkitkan sinyal SSB terdapat 3 cara:
  • Metoda Filter
  • Metoda geser fasa (phase shift methode) atau dikenal metoda Hartley
  • Metoda ketiga (third methode) atau metoda Weaver
METODE FILTER
Metode ini paling sederhana dan paling mudah. Karena kesederhanaan dan kemudahannya maka metode ini paling banyak digunakan.
Metode ini menggunakan band pass filter dengan frekuensi centernya sebesar fc + 1650 kHz atau fc - 1650 kHz dan bandwidth (BW) 3300 kHz.
Filter yang digunakan dari jenis filter kristal. Untuk mendapatkan kecuraman filter yang tajam maka beberapa filter diseri. Selain filter kristal dapat juga menggunakan filter keramik. Yang umum digunakan adalah filter keramik 455 kHz yang biasanya digunakan sebagai filter IF.
Blok diagram metode filter sebagai berikut:

Dari diagram metode filter terlihat bahwa untuk menghasilkan LSB atau USB maka dibutuhkan dua buah filter dengan frekuensi center nya pada fc - 1650 kHz untuk USB dan fc + 1650 kHz untuk LSB. Dalam prakteknya cukup digunakan satu buah filter saja untuk membangkitkan LSB atau USB. Untuk menghasilkan LSB atau USB yang diatur adalah frekuensi fc.
Pesawat CB menggunakan filter SSB (filter kristal) dengan frekuensi 10,695 MHz. Untuk mode LSB maka frekuensi fc sebesar 10.696,65 kHz dan untuk USB sebesar 10.693,35 kHz.

METODE GESER FASA (PHASE SHIFT)
Metode ini merupakan implementasi dari rumus-rumus trigonometri. Bagaimana suatu sinyal modulasi kemudian dimodulasikan kedalam sinyal yang lain bisa menghasilkan frekuensi lain yang merupakan penjumlahan atau pengurangan kedua frekuensi.

Block diagram metode geser fasa sebagai berikut:
Metode ini menggunakan dua buah balance modulator. Dua buah penggeser fasa 900 masing-masing menggeser sinyal pembawa (Wc) dan sinyal pemodulasi (Wi). Jika masing-masing sinyal pembawa dan pemodulasi (audio) mempunyai fungsi Sin (Wc.t) dan Sin (Wi.t), maka keluaran dari masing-masing penggeser 900 adalah Cos (Wc.t) dan Cos (Wi.t).
 Proses yang terjadi pada balance modulator 1 (BM1) sebagai berikut:
Sinyal pemodulasi (audio) Sin Wit dikalikan dengan sinyal pembawa Sin Wct:

Sin (ω it) . Sin (ωct) = 1/2 Cos (ωcωi)t - 1/2 Cos (ωcωi)t

Pada BM2 :

Cos(ωit) . Cos (ωct) = 1/2 Cos (ωcωi)t + 1/2 Cos (ωcωi)t

Keluaran kedua balance modulator (BM1 dan BM2) dijumlahkan oleh sumer:

1/2 Cos (ωcωi)t
- 1/2 Cos (ωcωi)t + 1/2 Cos (ωcωi)t
+ 1/2 Cos (ωcωi)t

Hasilnya : 1/2 Cos (ωcωi)t + 1/2 Cos (ωcωi)t

atau sama dengan :

Cos (
ωcωi)t

Persamaan ini adalah persamaan untuk Single Side Band modus Lower Side Band (ωcωi).
Untuk mendapatkan modus Upper Side Band (USB) maka sinyal pembawa (Wc) yang menuju BM1 digeser fasanya 180o atau dibalik fasanya. Cara yang paling mudah adalah dengan membalik masukan dari sinyal pembawa yang menuju BM1 dan BM2. Dengan cara penjabaran yang sama dengandiatas maka pada keluaran SUMER didapatkan USB denghan persamaan:

Cos (ωcωi)t
Membangkitkan SSB dengan cara geser fasa ini kelihatannya sangat mudah tetapi dalam prakteknya terjadi masalah dengan penggeser fasa 90o untuk sinyal audio. Sulit sekali membuat penggeser fasa 90o untuk range frekuensi yang lebar seperti frekuensi audio (vokal) yang berkisar antara 300 - 3000 Hz (atau lebih). Untuk itu cara seperti ini jarang digunakan.
Pernah majalah Elektron (saya lupa nomornya) memuat artikel disain dan konstruksi yaitu membuat alat anti feedback microphone yaitu dengan menggeser frekuensi audio sebesar 5 Hz. Dilihat dari caranya alat itu merupakan implementasi SSB metoda geser fasa dimana frekuensi pembawanya sebesar 5 Hz.

METODE WEAVER (METODA KETIGA-THIRD METHOD)
Metode ini merupakan pengembangan dari metode geser fasa atau metode Hartley. Kesulitan pada metode geser fasa adalah pada penggeser fasa 90o sinyal audio. Tidak mudah menggeser fasa tetap 90o untuk semua frekuensi. Menggunakan rangkaian RC hanya berlaku untuk frekuensi yang tetap atau satu frekuensi.
Pada metode Weaver sinyal audio tidak digeser. Sebagai gantinya ada sinyal lain yaitu subcarrier yang frekuensinya tetap digeser 90o. Blok diagram metode ini sebagai berikut:

Pada metode ini terdapat 4 balance modulator, dua buah generator atau oscilator, satu frekuensi carrier dan satu lagi frekuensi sub carrier yang masing-masing digeser fasanya sebesar 90o. Adanya dua buah LPF digunakan untur memfilter USB keluaran BM1a dan BM1b. Jadi yang tertinggal adalah LSB dengan fc nya sebesar frekuensi subcarrrier.
Proses yang terjadi pada sistem Weaver:
Pada BM1a terjadi perkalian kedua sinyal pemodulasi (Wi) dan SubCarrier (Ws):

Sin (ωs.t). Sin (ωi.t) = 1/2 [cos (ωsωi)t + cos (ωsωi)t]

Setelah melalui filter tinggal :

1/2 cos ((ωsωi)t)

Pada BM1b sama seperti pada BM1a. Setelah melalui filter tinggal menyisakan:

1/2 Sin ((
ωsωi)t)

Untuk menyederhanakan penulisan sudut maka sementara (ωsωi) ditulis vx, sehingga untuk kedua sinyal keluaran LPF ditulis :

1/2 cos ((ωx)t)

dan

1/2 Sin ((ωx)t)
Kedua sinyal ini masing-masing selanjutnya dikalikan di BM2a dan BM2b.
Pada BM2a:

1/2 cos (ωx)t) . Sin (ωc)t = 1/2[1/2[Sin (ωxωc)t - Sin (ωxωc)t]] = 1/4[Sin (ωxωc)t - Sin (ωxωc)t]

Pada BM2b:

1/2 Sin (ωx)t) . Cos (ωc)t = 1/2[1/2[Sin (ωxωc)t + Sin (ωxωc)t]] = 1/4[Sin (ωxωc)t + Sin (ωxωc)t]

Setelah itu dijumlahkan didalam SUMER:

1/4[Sin (ωxωc)t -
Sin (ω xω c)t] + 1/4[Sin (ωxωc)t +
Sin (ωxωc)t]

Menjadi:

1/2.Sin (ωxωc)t

Karena ωx = (ωsωi)

Maka hasilnya:

1/2.Sin (ωsω iωc)t

Ini adalah fungsi sinyal LSB dimana frekuensi pembawanya sebesar ωsωc. Untuk mode USB sama seperti metode geser fasa, salah satu sinyalnya digeser fasanya 180o.

ω= 2.π.f

Saya pernah membuat SSB dengan metode ini.
Frekuensi Subcarrier sebesar 1650 Hz, Penggeser fasa untuk frekuensi ini saya gunakan LPF orde 2 dengan titik potong pada 1650 Hz. Pada titik potongnya fasa akan tergeser 90o. Pola Lissayous yang terbentuk dengan perbedaan sudut ini adalah lingkaran, bisa dilihat di osiloskop.
Osilator 1650 Hz bisa menggunakan jenis Wien Bridge.
Hasil keseluruhan cukup bagus.

Monday, August 04, 2014

SISTEM DIGITAL: 2. ALJABAR BOOLEAN


Bilangan biner adalah bilangan dengan dua lambang bilangan yaitu 0 dan 1. Dalam kehidupan sehari-hari lambang ini bisa dianalogikan mati – hidup, padam – nyala, tinggi – rendah, tiada – ada dan sebagainya. Kenapa dengan aljabar Boolean atau aljabar Boole?. Aljabar Boole merupakan aljabar yang mengoperasikan kondisi (bukan angka) 0 dan 1, kondisi mati – hidup, tiada – ada. Kondisi ini sesuai dengan bilangan biner. Namun demikian dengan operasi kondisi 0 dan 1 ini bisa “dimanipulasi” menjadi operasi biner, penjumlahan, pengurangan, perkalian ataupun pembagian.
Dengan kondisi 0 dan satu maka dalam aljabar boolean lambang variabel ditulis misalnya dengan A, B, C atau lambang huruf-huruf yang lain misalnya X, Y, Z. Karena hanya dikenal dua kondisi maka jika tidak 0 adalah 1 dan jika tidak 1 adalah 0. Penulisan didalam variabel jika tidak A maka A’ (atau A diberi garis pendek diatasnya).

Operasi boolean.

Operasi dasar boolean ada 3 yaitu: AND, OR dan NOT. Maksud dari operasi tersebut adalah:
1.       AND, dalam literasinya dilambangkan dengan dot. Adalah operasi pada suatu fungsi dimana fungsi tersebut akan menghasilkan kondisi 1 jika semua masukannya berkondisi 1, akan berkondisi 0 jika ada salah satu masukan atau lebih berkondisi 0. Operasi ini mirip dengan operasi perkalian didalam matematika. Contoh: Misalkan fungsi dengan masukan A dan B:
Maka fungsi ditulis:
X = A.B
Jika A dan B bernilai 1 (mulai saat ini kita sebut nilai untuk menggantikan kondisi) maka:
X = 1 . 1
X = 1
Jika salah satu A atau B bernilai 0 maka:
X = 1 . 0
X = 0
Penyebutan AND untuk operasi ini karena kondisi yang disebutkan sebelumnya yaitu keluaran akan bernilai 1 jika masukan A dan (AND) B bernilai 1.
2.       OR dalam literasinya dilambangkan +. Bukan penjumlahan tetapi hampir mirip dengan operasi penjumlahan dalam matematika. Operasi ini akan menghasilkan nilai 1 jika salah satu atau lebih masukannya bernilai 1. Fungsi OR ditulis:
X = A + B
Jika A = 0, B = 0 maka
X = 0 + 0 = 0
Jika A = 0, B = 1 maka
X = 0 + 1 = 1
Jika A = 1, B = 0 maka
X = 1 + 0 = 1
Jika A = 1 dan B = 1 maka
X = 1 + 1 = 1
3.       NOT merupakan operasi kebalikan dari suati nilai. Kebalikan dari nilai 0 adalah 1, kebalikan nilai 1 adalah 0. Literasi operasi ini biasanya ditulis dengan nama variabel yang diberi garis pendek pada bagian atas variabel tersebut (sulit menulis dengan MS Word memberi tanda garis diatasnya), atau diberi tanda satu aksen (‘). Misalnya NOT A ditulis A’, NOT B ditulis B’. Jika ditulis NOT dua kali maka akan mengembalikan kepada nilai awalnya. Contoh:
Jika A = 0 maka
A’ = 1
A’’ = 0
Jika A = 1 maka
A’ = 0
A’’ = 1
Disamping ketiga operasi dasar tersebut masih ada operasi yang lain misalnya Exclusive OR atau sering disebut XOR. Dilain bagian akan coba saya bahas.

Tabel kebenaran (truth table)

Tabel kebenaran merupakan suatu tabel yang menggambarkan hubungan nilai pada masukan suatu fungsi Boolean dengan keluarannya. Pada pembahasan operasi boolean secara tidak sadar kita sudah mempunyai tabel kebenaran.
Tabel kebenaran untuk AND dengan dua masukan A, B dan keluaran X:
A
B
X=A.B
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1

Tabel kebenaran untuk OR dengan dua masukan A, B dan keluaran X:
A
B
X=A+B
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1

Tabel kebenaran untuk NOT dengan masukan A dan keluaran X:
A
X=A’
0
1
1
0

Hukum Boolean

Hukum dasar Boolean menggambarkan kondisi dimana kondisi tersebut akan pasti terjadi. Kejadian ini bisa ditelaah melalui operasi boolean ataupun dengan menggunakan tabel kebenaran.
a.       Hukum Komutatif
A + B = B + A
A . B = B . A
b.      Hukum Asosiatif
(A + B) + C = A + (B + C)
(A . B) . C = A . (B . C)
c.       Hukum Distributif
A . (B + C) = A . B + A . C
A + (B . C) = (A + B) . (A + C)
d.      Hukum Identitas
A + A = A
A . A = A
e.      Hukum Negasi
(A) = A
A’’ = A
f.        Hukum Redundan
A + A . B = A
A . (A + B) = A
g.       Hukum Identitas
A + A’ = 1
A . A’ = 0
0 + A = A
1 . A = A
0 . A = 0
A + A . B = A + B
h.      Teorema De Morgan
( A + B )’ = A’ . B’
( A . B)’ = A’ + B’

SISTEM DIGITAL: 1. SISTEM BILANGAN



Membicarakan sistem digital tidak akan terlepas dari sistem bilangan. Kebiasaan dari kita sehari-hari berhitung dengan sistem bilangan desimal dimulai dari nol sampai dengan sembilan. Ada sepuluh lambang bilangan yang digunakan. Entah bagaimana awalnya. Bisa jadi karena orang dahulu menghitung menggunakan jari tangan yang jumlahnya sepuluh maka diciptakan sepuluh lambang bilangan.
Benarkah sistem bilangan hanya desimal. Dalam kehidupan yang lain misalnya didunia digital ternyata ada sistem bilangan yang lain yaitu sistem dua-an atau lebih populer dengan sistem biner atau bilangan biner. Kalau bilangan desimal mengenal sepuluh lambang maka bilangan biner hanya terdapat dua lambang. Sistem bilangan yang lain yaitu satuan memiliki hanya satu lambang bilangan. Entah apa nama sistem ini, tetapi sistem yang terakhir ini cukup populer. Biasanya digunakan untuk menghitung score suatu pertandingan. | mewakili satu, || mewakili dua, |||| mewakili empat, |||| mewakili lima, |||| |||| untuk sepuluh dan seterusnya.
Bilangan desimal memiliki sempuluh lambang bilangan yaitu:
Nol               diwakili oleh lambang 0
Satu             diwakili oleh lambang 1
Dua              diwakili oleh lambang 2
Tiga              diwakili oleh lambang 3
Empat         diwakili oleh lambang 4
Lima             diwakili oleh lambang 5
Enam           diwakili oleh lambang 6
Tujuh          diwakili oleh lambang 7
Delapan     diwakili oleh lambang 8
dan
Sembilan   diwakili oleh lambang 9.
Menulis bilangan misalnya sepuluh dengan basis desimal ditulis dengan lambang 10, dua belas ditulis dengan lambang 12 dan seterusnya.
Umumnya sistem bilangan selain yang berbasis puluhan atau desimal tetap mengunakan lambang bilangan yang sudah ada yaitu 0 – 9. Bagaimana jika basis bilangannya lebih dari sepuluh? Solusinya adalah menggunakan lambang yang lain. Misalnya bilangan berbasis hexa atau berbasis enam belas menggunakan lambang 0 – 9, A, B, C, D, E dan F. Bolehkah menggunakan lambang yang lain selain yang sudah ada? Boleh-boleh saja tetapi tidak ada yang mengerti. Jika ini terjadi pada saat ujian bisa dipastikan akan mendapat nilai NOL.
Bagaimana menuliskan bilangan untuk angka yang melebihi jumlah lambang bilangannya? Caranya yaitu menggunakan lambang kembali dari awal tetapi didepannya diberi semacam indek, misalnya untuk basis bilangan enam belas maka setelah F adalah 10, 11.... 1F, 20, 21 dan seterusnya.

KONVERSI BILANGAN

Mengkonversi sistem bilangan desimal menjadi bilangan sistem yang lain adalah membagi bilangan desimal dengan basis yang baru dan mengambil modulusnya (sisa pembagiannya) berturut-turut sampai didapat modulusnya kurang dari basisnya. Menulis modulus mulai dari yang terakhir sampai ke modulus yang pertama berderet dari kiri kekanan, hasilnya adalah bilangan dengan basis yang baru.
Sebagai contoh yang paling mudah desimal menjadi biner. 30 desimal menjadi biner:
30 : 2
-------  sisa 0 > angka kelima/ terakhir (paling kanan)
15 : 2
-------  sisa 1 > angka keempat
7 : 2
-------  sisa 1 > angka ketiga
3 : 2
-------  sisa 1 > angka kedua
1 : 2
-------  sisa 1 > angka pertama (paing kiri)
0
Modulus atau sisa pembagian mulai dari angka pertama disusun kekanan sampai angka terakhir menjadi: 1 1 1 1 0
Maka 30 desimal sama dengan 1 1 1 1 0 biner
Cara mengkonversi desimal ke basis yang lain sama.
Untuk mengkonversi bilangan biner menjadi bilangan desimal adalah dengan cara mengganti angka 1 dengan angka 2 dan pangkat jumlah butir/ bit bilangan disebelah kanan yang diberi angka 2. Contoh bilangan 1 1 1 0 1 menjadi desimal:
Angka pertama: 1, jumlah bit disebelah kanan angka pertama adalah 4 maka : angka 1 pertama diganti menjadi 24 = 16
Angka kedua: 1, jumlah bit disebelah kanan angka kedua adalah 3, maka : angka 1 kedua diganti menjadi 23 = 8,
demikian juga dengan angka berikutnya:
Angka ketiga: 22 = 4
Angka keempat 0 diabaikan
Angka kelima: 1, jumlah bit disebelah kanan angka kelima adalah 0 maka 20 = 1
Selanjutnya jumlahkan semua angka: 16 + 8 + 4 + 1 = 29
Maka 1 1 1 0 1 biner sama dengan 29 desimal.

BILANGAN BINER DAN BILANGAN HEXA

Kedua jenis bilangan ini mendapat perhatian khusus karena bilangan ini yang selalu digunakan dalam dunia digital. Bilangan biner selalu digunakan dalam rangkaian digital murni, sedangkan bilangan hexa banyak digunakan dalam bidang pemrograman digital.
Seperti disebut pada bagian sebelumnya, bilangan biner atau berbasis dua memiliki dua buah lambang bilangan yaitu 0 dan 1 sedangkan bilangan hexa memiliki enam belas lambang bilangan. Mengapa bilangan biner dan hexa, itu karena bilangan biner yang apabila nilainya besar akan sangat panjang dan menyulitkan. Akan lebih mudah dengan direpresentasikan dengan bilangan hexa. Karena bilangan hexa untuk setiap angkanya mewakili empat butir angka (bit) biner maka akan lebih mudah dengan mengganti setiap empat bit bilangan biner menjadi angka hexa. Bagaimana itu bisa terjadi? Kita lihat tabel perbandingan seperti berikut.
Desimal
Biner
Hexa
0
0
0
1
1
1
2
10
2
3
11
3
10
1010
A
15
1111
F
16
1 0000
10
31
1 1111
1F
32
10 0000
20
65
100 0001
41
127
111 1111
7F
255
1111 1111
FF

Dari tabel perbandingan diatas, mengkonversi bilangan biner menjadi hexa sangatlah mudah. Kita hanya cukup menghafal perbandingan hexa dan biner 0 sampai dengan F. Mengubah biner menjadi hexa dengan memisahkan setiap empat bit dari kanan kekiri kemudian setiap empat bit tersebut dikonversi menjadi hexa. Sebagai contoh 111 1111. Angka 111 biner pertama sama dengan 7 hexa, angka 1111 biner berikutnya sama dengan F. Hasilnya 111 1111 biner sama dengan hexa 7F. Angka terakhir ini bagi kebanyakan programer sangat membantu. Bayangkan jika angka biner nilainya jutaan. Kita akan pusing dibuatnya. Tetapi meskipun hexa sangat membantu dalam penulisan coding dalam program, tetap saja yang terjadi didalam rangkaian logika adalah angka 0 dan angka 1.